Ilustrasi |
...
Sore itu, seperti biasa dengan sore-sore sebelumnya, setiap orang memilih mangkir di beranda rumah merayakannya dengan menyeruput kopi, melepas dahaga setelah seharian berjuang mencari arti hidup entah lewat kerja, karya atau apa pun bentuknya.
Aku pun tak luput dari deretan mereka-mereka itu.
Tetapi, kali ini aku memilih menyeruput es teh manis a la Javana yang mirip seperti di iklan salah satu stasiun televisi swasta milik seorang pengusaha yang sedang tersandera status tersangka itu.
"Biar maknanya lebih berbeda". Ya, hidup itu kadang seperti sebuah bongkahan es yang dingin tetapi tetap mesti dibuat manis.
Dingin karena beberapa orang sering hatinya terpukul entah karena cinta yang pernah gagal sehingga membuat dia tak lagi membuka diri dengan cinta yang lain. Atau karena kekasihnya yang pergi tanpa pernah memberi kabar untuk kembali merajut kasih bersamanya lagi.
Tetapi, satu hal yang perlu diingat bahwa hidup mesti tetap dimaknai meski sesuatu yang pernah dianggap bermakna menjadi hilang dan pergi dalam sekejap mata.
Aku bukanlah seorang pekerja, kalau kerja diartikan secara sempit seperti hanya sebagai cara mencari nafkah untuk bertahan hidup.
Namun, kalau diartikan lebih luas, sebenarnya aku juga seorang pekerja. Aku memiliki profesi sebagai tukang kata. Segala hariku dihabiskan dengan menenun, membangun, membentuk sebuah yang namanya bangunan kisah. Kisah itu bukan yang sembarang.
Ia menyimpan berbagai macam hal yang diidamkan oleh setiap orang, segala hal yang diimpikan setiap insan yang bernyawa dan berakhlak. Sore itu, aku memilih mengalaskan diri di atas kursi rotan peninggalan kakekku dulu.
Kursi itu sengaja diabadikan di beranda rumah biar aku selalu tahu diri. Ia, kursi ini memang saksi diam ketika kakek selalu menasehati aku dengan caranya yang paling lembut biar kelak aku jadi orang yang pandai, bijak, rendah hati.
Banyak keutamaan yang disuapi kakek padaku dulu dari atas kursi rotan itu.
Kali ini wajah kursi itu semakin lapuk dan kusam, batang rotannya hampir ringkih dilahap waktu, ditelan masa. Bersamanya aku terlarut dalam ingatan akan gadis itu.
Gadis yang akhir-akhir ini selalu menjadi bunga malam di sa'at aku berbaring dalam pangkuan malam yang pekat.
Ya, gadis itu.
Alam mimpiku selalu menyediakan waktu tuk hadirkan dirinya untukku. Entah kenapa, setiap kali aku hampir melupakannya, mimpiku selalu menunjukan kembali jejaknya padaku. Mimpi selalu memelihara setiap rangkakan kakinya untukku.
Ia itu gadis yang selalu diceritakan mimpi setiap kali aku hampir tak lagi menyuratkan namanya di setiap candaku.
Gadis yang dulu pernah selalu kupuja melebihi keindahan senja yang selalu setia menghidangkan merah merekah bagi setiap insan penantinya.
Gadis yang pernah berbicara lewat diam tentang pentingnya cinta dalam diriku.
Ya, gadis itu memang peracik paling mujarab sampai hatiku yang sebelumnya dingin akan itu tersungkur dalam gairah-gairah cinta yang memabukan.
Gadis yang mengajarkan cinta sejati nan kekal padaku. Ia menunjukkan aku cara mencintai dengan benar lewat kepergiannya tanpa simpati akan diriku dulu. Lewat kepergiannya itu, ia memberikan pesan sebuah pentingnya keikhlasan.
Ilustrasi |
Seketika,
Angin sore berbisik dan membicarakan arti itu semua
...
"Benar kata orang bijak bahwa cinta itu abadi. Karena cinta, segala hal akan selalu ada. Cinta tidak pernah terkalahkan oleh apapun termasuk oleh maut yang dengan rakus biasa melahap dan menelan segala sesuatu tanpa rasa belas kasih dan empati sekalipun. Cintalah yang membuat hidup menjadi abadi dan bergairah penuh warna."
...
Jakarta, 2017
0 komentar:
Posting Komentar