Kamis, 03 Agustus 2017

Pada Sebuah Senja

Ilustrasi

Sore itu, kembali aku hadapan dua bola mataku di tempat sapaan laut dan darat. Kali ini aku putuskan pasir putih itu sebagai alas tempatku duduk. Suasana sore itu cukup berbeda dengan sore-sore sebelumnya. 

Wajah sore yang biasanya penuh pandangan magis yang menarik pikat mata pecinta alam pantai dan perindu senja, rupanya lagi malas-malasan.

Tak seperti biasanya ia datang menyapa setiap pengunjung yang hendak meminta nasihat bisunya karena hiruk-pikuk kehidupan yang cukup ganas.

Kali ini wajahnya kusam, keriput mungkin karena terlahap waktu. "Ah, tapi ia itu tidak seperti diriku".

Entah kenapa, sore itu alam di pantai itu terlihat tak menggairahkan. Langit biru yang biasanya penuh dengan semangat menunggu senja berpangku padanya tak lagi terlihat.

Dua ekor burung bangau yang menjadi tanda datangnya senja pun tidak kunjung menunjukkan jejak-jejaknya.

Begitu pun dengan beberapa anak pantai yang biasa menghabiskan sisa waktu seharinya dengan bercanda tawa bersama ombak seraya menyaksikan tamparannya pada batu karang di sudut utara pantai itu.

Suasana sore itu memang cukup berbeda dan tak bergairah apalagi bagi setiap pengunjung yang tahu betul akan berbagai macam kemungkinan cantik yang akan lahir dari rahim semesta pantai itu.

Hidangan merah merekah dari langit senja rupanya lupa akan tugasnya menyapa setiap ciptaan yang mampir di pantai itu.

Entalah. Lupakan itu.

Tetapi yang jelas ada hal yang cukup berbeda dari biasanya. Kali ini bukan hanya soal wajah semesta sore di pantai itu yang tidak seperti sebelumnya.

Ada yang betul-betul menarik tatapan dan seluruh perhatianku yang tak pernah kujumpai sebelumnya setiap kali aku mampir menanggalkan lelah, membuang pekat di pantai itu.

Aku memang suka memilih berdamai dengan diriku lewat alam, makanya aku memilih pantai itu sebagai sahabat tempat aku dapat mengampuni setiap diriku yang hilang dilahap dunia yang tidak pernah menawarkan apalagi menyuguhkan kedamaian di setiap hariku.

Aku percaya bahwa alam pantai dengan aroma senjanya yang menakjubkan sungguh-sungguh menjadi mantra mujarab mengobati segala luka yang tergores lewat detik-detik hari yang berlalu.

Dalam senja aku selalu menemukan kedamaian hati, ketenangan batin, kekuatan jiwa. Ada seperti sepucuk undangan di sana menuju kesadaran nurani dan kesempurnaan budi.

"Mungkin itulah sebabnya mengapa senja menjadi idaman setiap insan pecinta kehidupan ini".

Namun, kali ini ada sesuatu yang buatku melupakan itu. Aku serentak menarik ingatanku dari penantian akan senja yang belum hadir di sore itu.

Mataku yang menatap kosong karena lamunan akan makna hidup yang kadang absurd ini tiba-tiba tersadarkan akan sosok gadis kecil yang dengan cepat muncul berada tepat di depan pandanganku. 

Kehadirannya memaksa aku tuk mengalihkan pandangan serta diriku sepenuhnya akan kehadirannya. Dengan sekecap penantianku akan senja terabaikan lewat cara gadis itu mewujud di hadapanku.

Ya, gadis kecil itu memang sangat berbeda. Sampai hati kecilku bergemetar ketakutan akannya. Aku menatapnya tanpa kata.

Tampakkannya di hadapanku cukup mengubah diriku yang sebelumnya suka mengabaikan setiap orang yang menyambar di depan wajahku.

Gadis itu memang orang pertama yang cukup mampu mengusik sikapku dari ketakpedulian akan kehadiran orang lain di hadapanku.

"Kak, aku datang diutus senja untukmu". Tiba-tiba suara kecilnya masuk kedalam telingaku. "Aku tahu, kakak merindukan senja sahabat kakak itu."

"Kali ini ia tak mau menemanimu, membantumu memulihkan diri karna hari-harimu yang menyakitkan." "Aku membawa pesan lewat sepucuk surat ini darinya untukmu".

Tiba-tiba gadis kecil itu menghilang entah kemana. Sepucuk surat pun tertinggal di tempatnya berdiri.
Dengan tangan gemetar kugunakannya mengambil surat itu.

Hatiku semakin gemetar ketika hendak mengetahui maksud surat itu. Sempat aku berniat untuk mengabaikannya karna pikirku itu cuma sebuah halusinasi akibat keadaan jiwa yang selalu kosong, merana tanpa arah apalagi sebuah tujuan. Tetapi hati kecilku memaksa aku tuk membacanya.
...
Dear,

Sahabatku,
Aku tahu kau akan datang di tempat ini tuk bersua denganku.

Aku pun tahu cerita apalagi yang mesti aku dengar darimu.

Sengaja aku tak merekah untukmu hari ini.
Aku tahu tempat ini akan selalu jadi saksi diam jumpa kita.

Tetapi,
Aku tahu tempat ini tidaklah cocok untuk kita,
Demi persahabatan kita,
Aku telah menemukan sebuah tempat yang pas untuk melanjutkan rajutan hubungan kita,
Pergilah mencari aku di kedalaman hatimu.

Di sana kau akan menemukan diriku yang sesungguhnya,
Diriku yang selama ini kusimpan dari mata penikmat-penikmatku di pantai ini,
Karena di situ segala keindahanku akan kau temukan semuanya.

Aku sengaja memilih merekah di hatimu,
biar kau selalu ceriah menjumpai detik-detik hidupmu,
Karena merekah lewat hati akan lebih indah nan abadi dari segala sesuatu.
...
"Senja yang sejati adalah senja yang merekah dari kedalaman hati, keluasan jiwa, kepenuhan cinta yang menakjubkan."
Ilustrasi

...
Yones Hambur
Jakarta, 2017!



Share:
Lokasi: Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Video Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Bonjour & Welcome

Agama dalam Ruang Publik Menurut Roger Trigg, Sebuah Penutup

Roger Trigg, Profesor Emeritus pada Oxford University BAB V PENUTUP  Oleh: Yones Hambur "Tulisan ini merupakan sebu...

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Top Stories

Video Of Day

Top Stories

Recent Posts

Unordered List

Theme Support

Sponsor

Flickr Images

Popular Posts

Popular

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support