Jumat, 06 Oktober 2017

Tuhan bukan Untuk Harta Materiil

Yones Hambur
Suatu sore aku diundang berbincang-bincang bersama penikmat kopi, Denny Siregar lewat opusnya "Tuhan dalam Secangkir Kopi". Seperti biasa, aku membuka daftar menu yang akan kusantap bersamanya sore itu menemani kopi yang sudah diseduh dan disuguhkan di atas meja beranda pondok kecil buatan tangan alm.kakekku dulu.

Sementara itu, aroma kopi yang masih hangat itu serentak tercium mesrah lewat tarikan nafas yang secara sengaja membawanya pada penciumanku.

Aku cuma merasakan nikmat aromanya yang menakjubkan. Takjub karena lewatnya aku bisa menggembara ke dunia petani kopi yang dengan susah payah memamen, merawat, memetik, sampai mengelolahnya menjadi "bubukkan kopi".

Aroma kopi itu memaksa aku agar berkata jujur bahwa petani kopi itu adalah seorang yang profesional, tentu bukan cuma soal kepandaian tangannya dalam merawat kopi, tetapi karena keluasan hati dan cintanya menghasilkan "bubukan kopi" itu.

Benar kata orang bijak bahwa segala yang dihasilkan karena cinta, pasti kualitasnya tak tertandingi!

Lupakan itu sebentar!

Kali ini Bang Denny - begitu sapaan akrabnya - membiarkan aku memeriksa diri lewat suntikan kata-kata bijaknya tentang hidup manusia.
"Perhatikan gerak shalat", katanya, "sepertinya menggambarkan fluktuasi hidup manusia. Di masa muda, saat kita menetap tujuan, kita berdiri gagah, seakan-akan tak ada rintangan untuk mencapai kebutuhan materiil kita. Dalam perjalanan kita mulai dihajar karena kesombongan kita. Kitapun menunduk karena beban, sampai akhirnya jatuh mencium bumi. Saat itu baru kita sujud pada Allah."
Nasihat ini menggambarkan hidup manusia yang tidak pernah berada dalam posisi "stabil".

Hidup manusia itu selalu fluktuatif, naik turun, bahkan turun terus, sama seperti situasi perekonomian di negri kita yang tidak pernah stabil ini, atau kalau mau lebih ekstrim bahkan seperti situasi politik yang setiap hari menampilkan adegan yang tak bermartabat dan imoral, mulai dari berita tentang operasi tangkap tangan oleh KPK terhadap beberapa kepala daerah sampai pada praktek sebaran kebencian terhadap kelompok yang lain.

Seperti itu juga kehidupan kita!

Ketika berada dalam situasi mapan secara materiil, yang lain selalu dianggap dan dipandang rendah. Tak jarang kita mengolok-olok bahkan menghina orang lain.

Situasi keberlimpahan materiil memang sangat menakjubkan tetapi sekaligus mengerihkan!
Dalam situasi seperti itu, segala yang diinginkan dapat terpenuhi. 'Mengerihkan' karena itu ternyata dapat menjadi 'batu uji' kualitas kemanusiaan kita. Dalam 'keberlimpahan harta' diri kita ditelanjangi secara jujur, apakah kita orang munafik atau tidak, orang yang lembut atau kasar, punya kepeduliaan sosial atau egoistis. Singkatnya "keberlimpahan harta" ternyata teropong yang baik untuk melihat jati diri seseorang.

Orang baru menyadari diri dan bertobat kalau "keberlimpahaan materiil" mulai berkurang, sampai akhirnya kembali kepada Tuhan ketika segala yang dimilikinya hilang, seperti cerita anak yang hilang itu!

Apakah kita menyembah Tuhan karena kita telah kehilangan harta materiil?

Mari bersama seseruput kopi, kita temukan kehadiran Tuhan yang penuh nikmat melebihi aroma kopi itu sendiri!
..
Yones Hambur, 2017

Catatan dan Aroma Kopi

Share:
Lokasi: Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar

Video Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Bonjour & Welcome

Agama dalam Ruang Publik Menurut Roger Trigg, Sebuah Penutup

Roger Trigg, Profesor Emeritus pada Oxford University BAB V PENUTUP  Oleh: Yones Hambur "Tulisan ini merupakan sebu...

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Top Stories

Video Of Day

Top Stories

Recent Posts

Unordered List

Theme Support

Sponsor

Flickr Images

Popular Posts

Popular

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support