This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 08 Oktober 2018

Menghadapi Bencana dengan Terlibat di Sisi Korban

Mother Theresa - ist
Beberapa hari ini, menyusul terjadinya gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggola yang memakan banyak korban jiwa, dinding facebook saya dibanjiri dengan komentar para netizen soal pernyataan FPI yang menyebut bencana di dua kota itu ialah sebuah hukuman Allah atas rezim Jokowi-JK.

Banyak sekali komentar yang disampaikan para netizen atas sikap FPI tersebut. Ada yang menyebut bahwa ungkapan FPI itu merupakan suatu ucapan yang paling biadap dan sama sekali tidak berprikemanusiaan.

Mereka kecewa dengan ucapan FPI itu. Alih-alih menaruh duka mendalam bagi korban, FPI justru sibuk memanfaatkan korban untuk kepentingan ideologis dan politis mereka.

Mereka bukannya mendoakan korban atau menyalurkan bantuan bagi korban, justru sibuk memperalat bencana dan korban untuk menghantam lawan ideologis sekaligus politis mereka, yakni rezim Jokowi-JK dengan rancangan dalil-dalil sakral dari ruang privat agama mereka.

Secara pribadi, saya memang sepakat dengan sikap para netizen di atas terhadap pernyataan yang dikeluarkan oleh FPI tersebut. Sebab, akal sehat kita tentu akan dengan mudah membantah bahwa bencana yang mengguncang kedua daerah tersebut sama sekali tidak memiliki hubungan sebab akibat dengan rezim Jokowi-JK.

Bencana pada dirinya sendiri ialah sebuah kebathilan. Sebagai sebuah kebathilan, bencana datang begitu saja. Tanpa diundang, apalagi direncanakan. 

Karena bencana itu bathil, ia akan membunuh siapa saja yang kebetulan ada dalam jangkauan kuasanya. Tidak melihat apa suku, agama, ras atau golongan dari siapa saja yang ada di hadapannya.

Gempa dan tsunami di Palu dan Donggal itu terjadi tanpa ada intervensi dari siapapun, apalagi dari rezim Jokowi-JK. Bencana itu juga tidak dikehendaki oleh Tuhan, sebab di tangan Tuhan yang Mahakasih, segala tindakan keji, kejam, destruktif pasti tidak akan mungkin terjadi.

Kalau benar seperti diklaim oleh FPI bahwa bencana itu ialah kutukan Tuhan atas rezim Jokowi-JK, lalu Tuhan seperti apakah itu yang dengan tegah menjadikan warga Palu dan Donggala sebagai korbannya? 

Apabila rezim Jokowi-JK yang bersalah, kenapa Tuhan tidak langsung saja menghukumnya? Kenapa Dia harus menjatuhkan hukuman itu kepada orang-orang tak berdaya bahkan tak berdosa di Palu dan Donggala itu? 

Jika memang bencana ini ialah hukuman Tuhan, saya dengan berani mengatakan bahwa Tuhan itu sungguh sadis dan kejam. Sebab, Ia telah menyangkal dirinya sebagai Sang Mahakasih.

Bencana sebagai Hal Alamiah

Tetapi, cara berpikir seperti ini harus dijernihkan. Kita mesti melihat masalah ini dengan akal sehat dan kaca mata yang benar tanpa harus sibuk mencari teori-teori absrak yang justru sama sekali tidak relevan.

Berhadapan dengan bencana alam, sangat tidak masuk akal jika kita yang memiliki akal ini mencari jawabannya pada berbagai macam klaim metafisiko-religius terhadap persoalan yang sebenarnya dapat dipahami secara nalar ini.

Dalam hal ini, saya tidak berarti sedang meragukan soal kekuasaan Tuhan untuk melakukan segala sesuatu, termasuk untuk mendatangkan bencana bagi manusia. Tuhan juga memang memiliki kuasa untuk melakukan demikian. 

Tetapi untuk bertindak kejih seperti itu, saya pribadi tidak yakin bahwa Tuhan akan melakukannya. Sebagai orang beriman, bukankah Tuhan juga telah berjanji untuk tidak lagi akan mengutuk manusia setelah kisah Air Bah yang melenyapkan kehidupan di atas muka bumi ini?

Perjanjian itu tentu sangat masuk akal mengingat Tuhan itu ialah Kasih yang tidak mungkin memproduksikan niat-niat buruk untuk meluluhlantahkan ciptaan-Nya, apalagi manusia yang memiliki kodrat istimewa di hadapan-Nya.

Bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggala sebenarnya dapat dijelaskan secara ilmiah. Bagaimana penjelasannya? 

Berdasarkan laporan Live Science, daerah Indonesia sebenarnya merupakan salah satu daerah yang paling rawan dengan adanya gempa. Hal itu terjadi karena, Indonesia merupakan wilayah yang berada di daerah Cincin Api Pasifik atau Circum-Pasific belt.

Daerah ini diklaim sebagai sabuk gempa bumi terbesar di dunia oleh Badan Geologi Amerika Serikat, U.S Geological Survey (USGS). Cincin Api Pasifik ini sendiri memiliki banyak sesar atau zona yang memanjang sekitar 40 ribu kilometer mulai dari Chile, Jepang, dan kemudian berhenti di Asia Tenggara.

Dengan kondisi seperti ini, setidaknya sekitar 90 persen gempa bumi yang terjadi di dunia ini dan 80 persen gempa bumi terbesar terjadi di sepanjang daerah dengan Cincin Api Pasifik tersebut.

Wilayah Palu dan Donggala sendiri merupakan daerah yang termasuk di dalam daera Cincin Api Pasifik ini. Dari keterangan pihak Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) gempa yang mengakibatkan tsunami di daerah itu terjadi karena aktivitas salah satu sesar atau zona rekahan di daerah ini.

"Berdasarkan posisi dan kedalaman pusat gempa bumi, maka kejadian gempa bumi tersebut disebabkan oleh aktivitas sesar aktif pada zona sesar Palu-Koro yang berarah Barat Laut-Tenggara," jelas Kepala PVMBG.

Keberadaan Cincin Api Pasifik itu memang bukan satu-satunya menjadi faktor penyebab adanya gempa di Indonesia. Kita tentu ingat bahwa Indonesia juga juga dilalui oleh Sabuk Alpide, yaitu jalur gempa paling aktif nomor dua di dunia.

Selain itu, Indonesia juga masuk dalam wilayah adanya tumbukan tiga lempeng benua, yakni lempeng Indo-Australia dari selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Semua itu berpengaruh pada kuatnya potensi gempa di negeri ini.

Terlibat di Sisi Korban

Dengan sedikit penjelasan ilmiah dan masuk akal di atas, tentu kita sepakat bahwa klaim FPI yang menyebut bencana gempa dan tsunami di Palu dan Donggola merupakan kutukan Tuhan atas rezim Jokowi-JK sangat tidak masuk akal.

Sama sekali tidak ada hubungan antaran aktivitas rezim Jokowi-JK dengan bencana tersebut. Apalagi kalau bencana itu mesti melibatkan tangan Tuhan yang Mahasuci.

Kita mungkin bisa curiga bahwa klaim FPI itu merupakan bukti kedunguan mereka dalam melihat suatu persoalan. Maklum, mereka-mereka ini ialah kelompok yang sedang mabuk "Tuhan" sehingga apa saja yang terjadi pasti akan dicari solusinya lewat sandaran ayat-ayat suci teologis.

Celakanya, mereka justru menjadikan ayat-ayat suci itu bukan untuk melayani kepentingan Tuhan yang menyelematkan, tetapi justru untuk mencapai segala kepentingan selangkangan mereka yang sangat pragmatis dan eksklusif.

Kita tentu tidak bisa hanya berhenti sampai pada menghakimi pernyataan FPI tersebut. Sebagai orang yang berprikemanusiaan - sebagaimana klaim kita dalam menghakimi sikap FPI, yang mesti kita lakukan di dalam menghadapi para korban bencana tersebut ialah mengambil bagian di dalamnya.

Mereka ialah orang-orang yang membutuhkan bantuan dan pertolongan kita. Tangan lembut dan kasih kita merupakan hal yang paling utama bagi para korban kebathilan bencana tersebut.

Kenapa kita harus berbuat demikian? Alasannya sederhana, mereka ialah diri kita yang lain. Kita akan menemukan jati diri kita lewat cara kita menyapa dan melayani orang lain.

Karena itu, berhadapan dengan situasi yang diderita para korban di Palu dan Donggala, sebagai sesama manusia, kita dituntut untuk bertanggungjawab atas penderitaan mereka seperti dengan memberikan bantuan dan mengucapkan doa atas mereka tanpa harus saling menyalahkan dan mencari teori-teori yang abstrak atasnya.*

Catatan Lepas Yones Hambur
Share:

Video Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Bonjour & Welcome

Agama dalam Ruang Publik Menurut Roger Trigg, Sebuah Penutup

Roger Trigg, Profesor Emeritus pada Oxford University BAB V PENUTUP  Oleh: Yones Hambur "Tulisan ini merupakan sebu...

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Top Stories

Video Of Day

Top Stories

Recent Posts

Unordered List

Theme Support

Sponsor

Flickr Images

Popular Posts

Popular

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support