Kamis, 22 Agustus 2019

Mencermati Ucapan dan Dalil Si Somad

Abdul Somad
...
Beberapa hari lalu, saya menulis catatan lepas atau bisa dibilang komentar singkat tentang pernyataan Abdul Somad, yang oleh sebagian orang atau pengikutnya dipanggil Ustad.

Komentar itu masih ada di lini massa facebook saya dengan judul "Sikap untuk Somad". Sebagian teman-teman facebook (saya) mungkin sudah membaca dan mengerti maksud perkataan saya dalam tulisan tersebut.

Inti tulisannya sederhana, "Abdul Somad wajib dimaafkan, tetapi sekaligus mesti dipidanakan". Sebagai orang Katolik, saya mengambil sikap ini sebagai artikulasi dari pernyataan resmi Gereja Katolik Indonesia yang berbunyi "100% Katolik, 100% Indonesia".

Pada satu sisi, sebagai warga Gereja yang menghidupi dan mengamalkan nilai "Cinta Kasih", saya tentu secara pribadi mesti menganggap Somad sebagai salah satu orang yang wajib menerima kasih itu, yakni dengan memaafkan ucapannya.

Akan tetapi, Somad juga ialah seorang warga negara, yang sudah mesti mengikuti aturan main dalam hidup bernegara, apalagi ia hidup di Indonesia yang sangat plural dan majemuk ini.

Itu artinya, Somad harus taat pada perintah kontitusi yakni "menjaga dan merawat perbedaan yang ada". Karena itu, selanjutnya, setiap pelanggaran atas perintah konstitusi itu sudah pasti akan mendapatkan sanksi hukum yang adil.

Sikap Somad Sendiri


Pernyataan Somad yang menyinggung "Salib", yang menjadi objek komentar lepas saya itu, akhir-akhir ini memang cukup menyedot perhatian. Berbagai macam media sosial, mulai dari Facebook, Twitter hingga Whatsapp cukup ramai tentang Somad.

Banyak sekali tanggapan dan kecaman atas perlakuan Somad. Bukan hanya dari kalangan Kristiani, yang bagi saya telah dipandang rendah oleh Si Somad, beragam komentar "pedas" juga muncul dari umat-umat Muslim, yang tentunya sadar akan rendahnya kualitas omongan Somad itu.

Bahkan ada beberapa pihak yang sudah mengambil jalur hukum untuk mempersoalkan dan menyelesaikan ucapan Somad itu. Saya pribadi mengapresiasi langkah ini, meski banyak orang Kristiani khususnya, dengan berlindung di balik dalil "Kasihilah Musuhmu", justru menentang langkah tersebut.

Tentu, sebagaimana sudah saya jelaskan di tulisan pertama, sikap orang-orang seperti ini, sekali lagi bagi saya pribadi, ialah sesuatu yang naif. "Mengasihi musuh tidak berarti membiarkan musuh itu menghina, menjelek-jelekan dan bahkan merusak kehidupan kita," begitu alasan saya.

Berbagai macam kecaman publik, oleh Somad sendiri sudah ditanggapi. Alih-alih merasa bersalah dan dengan rendah hati meminta maaf, Somad justru dengan jujur mengaku bahwa ucapannya itu sama sekali tidak mengandung kesalahan apalagi kalau dipandang sesat.

Bagi Somad, apa yang disampaikannya itu sudah semestinya ia katakan. Sebab, ia berpandangan bahwa hal itu memang sudah merupakan bagian dari ajaran agamanya. Karena itu, sebagai pemuka agama, ia wajib menyampaikannya kepada setiap jemaatnya.

Atas alasan itu, meski dihimbau oleh banyak kalangan untuk melakukan permintaan maaf secara terbuka di hadapan publik, secara khusus kepada umat Kriatiani, Somad justru dengan penuh percaya diri menolaknya. Tak ada kata maaf bagi Somad. Toh, dia tak punya kesalahan apapun katanya.

Bahkan ia menganggap bahwa langkah beberapa pihak yang telah membawanya ke jalur hukum sama sekali kurang tepat. Ia menilai, ucapannya itu sama sekali tidak mengandung delik pidana. 

Somad berpendapat bahwa tak ada kandungan ujaran kebencian apalagi penodaan agama di dalam ucapannya itu. Alasannya, demikian Somad berdalil, pernyataan itu disampaikan dalam ruang privat, tertutup; tempat pengajian. 

Perkataan yang menyebut di Salib ada Jin Kafir itu, terang Somad, dibicarakannya antara dirinya dengan para umatnya yang hadir dalam upacara pengajian itu.

Apakah Alasan Somad Bisa Diterima?


Benar bahwa ucapan Somad itu disampaikan dalam ruang privat; dilakukan di antara dirinya dengan para jemaatnya. Akan tetapi,  karena direkam dan telah disebarluaskan kepada publik, ucapan Somad itu sudah menjadi tak privat lagi. Pernyataannya itu telah masuk ke ruang publik dan dikonsumsi oleh banyak orang.

Ketika berada di ruang publik, perkataan Somad tentang Salib tersebut tidak hanya didengar oleh para jemaatnya, tetapi sudah menyentuh telinga orang-orang dari berbagai macam latar belakang. Termasuk umat Kristiani yang menjadi pemilik kepercayaan akan Salib yang disinggungnya itu.

Lagi pula, apakah hanya karena pernyataan tentang Salib itu dikatakan di ruang privat, lantas hal itu dibenarkan dan karena itu pula maka dibiarkan? 

Atau kalau boleh saya tanya lebih jauh, apakah segala bentuk ajaran dan ujaran kebencian yang diproduksi di dalam ruang privat tidak memiliki efeknya bagi kepublikan? Sejauh mana sesuatu itu tetap dibiarkan dan diperbolehkan bertumbuh atau dilakukan di dalam ruang privat? 

Saya pikir, pertanyaan-pertanyaan ini penting dan patut direnungkan. Alasannya sangat sederhana, "ruang privat memiliki pengaruh yang signifikan bagi kepublikan".

Anda dan saya tentu saja sadar bahwa apa yang kita lakukan di dalam kehidupan bersama atau kehidupan publik itu sangat ditentukan oleh apa yang kita dapatkan, kita pelajari di dalam ruang privat.

Ketika kita mendapatkan dokrin-dokrin radikal, intoleran, terorism di dalam ruang privat, maka semua itu akan berpengaruh pada cara laku kita terhadap sesama saat masuk di ruang publik. 

Kalau dari mimbar-mimbar agama kita mendapatkan ajaran buruk atas orang lain misalnya diajarkan untuk membenci sesama, maka hal itu akan berdampak negatif bagi hubungan kita dengan orang lain. Kita akan benar-benar membencinya.

Akhirnya, meskipun disampaikan di dalam ruang privat, kita harus sadar bahwa ucapan Somad itu sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup bangsa dan negara kita yang plural ini. Sebab hal seperti itu hanya akan melahirkan benih-benih kebencian dan teror atas "yang lain" mengingat efeknya bagi publik.

Oleh karena itu, sudah seharusnya pihak berwajib dan kita semua tentunya mesti menghentikan orang-orang dan ajaran-ajaran penuh kebencian seperti yang dihasilkan dari mulut si Somad. Kalau tidak, negara dan bangsa ini hanya diisi dengan dendam. Peradabannya pun akan terus mundur.*
...
Yones Hambur
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Video Widget

Diberdayakan oleh Blogger.

Bonjour & Welcome

Agama dalam Ruang Publik Menurut Roger Trigg, Sebuah Penutup

Roger Trigg, Profesor Emeritus pada Oxford University BAB V PENUTUP  Oleh: Yones Hambur "Tulisan ini merupakan sebu...

Total Pageviews

Cari Blog Ini

Top Stories

Video Of Day

Top Stories

Recent Posts

Unordered List

Theme Support

Sponsor

Flickr Images

Popular Posts

Popular

Recent Posts

Unordered List

Pages

Theme Support